"AL - KINDI"
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Arti penting tokoh untuk dibahas sebagai materi
makalah. Eksistensi tuhan dianggap sebagai syarat penting untuk mempercayai dan
meyakini akan keesaan tuhan, seperti para filosof-filosof islam yang mencoba
memberikan diskripsi ataupun pandangan terhadap eksistensi tuhan.
Eksistensi yang sebenarnya yang ada, tidak akan
tidak ada untuk selamanya, bahkan ia selalu ada. Ia adalah pencipta yang maha
kuasa, dan maha bijaksana. Para filosof islam mencoba mengkaitkan dengan
keesaan akal dan keesaan tuhan. Seperti yang di angkat oleh Al-Kindi. Yang
nantinya menjadi awal tersendiri bagi kemajemukan dan pemahaman para penganut
agama di Indonesia khususnya islam di Indonesia. Hasil-hasil pemikiran tentang
kemajuan tuhan yang di komparasikan dengan realita-realita yang ada, ”Esa
adalah akal yang mengetahui dirinya”. Penting sekali kami menganut dua tokoh
pemikir islam yang nantinya berguna untuk kita renungi bersama tentang
pemikiran Al-Kindi untuk Indonesia sebagai benteng untuk memperkokoh keimanan
akan eksistensi tuhan yang sebenarnya.
1.2
Rumusan Masalah
- Bagaimana Tentang Biografi Al-Kindi ?.
- Bagaimana Karir
Intelektual Al-Kindi ?.
- Apa Saja Karya –
Karya Al-Kindi ?.
- Apa Saja Buah
Pemikiran Al-Kindi ?
1.3 Tujuan Penulisan
- Mengetahui Biogrami Al-kindi
- Mengetahui Karir Al-Kindi
- Mengetahui Karya –karya Al-Kindi
- Mengetahui Hasil Pemikiran
Al-Kindi
1.4 Manfaat Penulisan
- Lebih
menambah wawasan bagi penulis dan pembaca
- Mengetahui filosuf muslim keturunan
Arab pertama
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pembahasan
A. Biografi Al-Kindi
Al-Kindi,
nama lengkapnya adalah Abu Yusuf a’cub ibnu Ishaq ibnu Al-Shabbah ibnu ‘Imran
ibnu Muhammad ibnu Al-Asy’as ibnu Qais Al-Kindi. Kindah, pada siapa nama
Al-Kindi dinisbahkan, adalah suatu kabilah terkemuka pra-Islam yang merupakan
cabang dari Bani kabilah yang menetap di Yaman. Kabilah ini pulalah yang
melahirkan seorang tokok satrawan yang terbesar kesusastraan Arab, sang
penyairan – pangeran Imr Al-Qais, yang gagal untuk memulihkan tahta kerajaan
Kindah setelah pembunuhan ayahnya.
Al-Kindi
dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan
terhormat. Kakek buyutnya, Al-Asy’as ibnu Qais, adalah seorang sahabat Nabi
Muhammad SAW, yang gugur sebagai Syuhada’ bersama Sa’ad ibnu Abi Waqqas dalam
peperangan antara kaum Muslimin dengan Persia di Irak. Sementara itu ayahnya
Ishaq ibnu A-Shabbah, adalah Gubenur Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi
(775-785 M) dan Al-Rasyid (786 – 809 M). Ayahnya meninggal ketika ia masih usia
kanak – kanak, namun ia tetap memperoleh kesempatan untuk menuntut ilmu dengan
baik Al-Kindi sendiri mengalami masa pemerintahan lima khalifah Bani Abbah,
Yakni Al-Amin (809-813 M), Al-Ma’mun(813-833 M), Al-Mu’tasim (833 – 842 M),
Al-Wasiq (842-847 M) dan Al-Mutawakkil (847 – 861 M).
Tentang
kapan Al-Kindi meninggal tidak ada suatu keterangan pun yang pasti. Agaknya
menentukan tahun wafatnya sama sulitnya dengan menentukan tahun kelahirannya
dan siapa-siapa saja guru yang mendidiknya. Mustafa Abd Al-Raziq cenderung
mengatakan tahun wafatnya adalah 252 H, sedangkan Massignon menunjuk tahun 260
H, suatu pendapat yang juga diyakini oleh Hendry Corbin dan Nellino. Sementara
itu, Yaqut Al-Himawi mengatakan bahwa Al-Kindi wafat sesudah berusia 80 tahun
atau lebih sedikit.
Betapa
pun juga Al-Kindi sudah dinobatkan sebagai filosof Muslim berkebangsaan Arab
yang pertama, ia layak disejajarkan dengan filosof-filosof Muslim non-Arab.
Sumbangan Al-Kindi yang sangat berharga dalam dunia filsafat Islam ialah
usahanya untuk membuka jalan dan menjawab rasa enggan dari umat Islam lainnya
untuk menerima ilmu filsafat ini, yang terasa asing di masa itu. (1)
B. Karir Intelektual Al-Kindi
Sedikit
sekali informasi yang diperoleh tentang pendidikannya. Ia pindah dari Kufah ke
Basrah, sebuah pusat studi bahasa dan teologi Islam. Kemudian selagi masih
muda, ia menetap di Baghdad, ibu kota kerajaan Bani Abbas, yang juga sebagai
jantung kehidupan intelektual pada masa itu. Ia sangat tekun mempelajari
berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu, tidaklah heran ia dapat menguasai ilmu
astronomi, ilmu ukur, ilmu alam, astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik,
meteorologi, optika, kedokteran, matematika, filsafat(2), dan
politik. Penguasaannya terhadap filsafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan
ia menjadi-orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para
filosof terkemuka. Karena itu pulalah ia dinilai pantas menyandang gelar
Failasuf al-Arab (Filosof berkebangsaan Arab).
Memandang
kejeniusan tokoh ini, agaknya tuduhan yang mengatakan bahwa Al-Kindi tidak
mengerti secara baik ilmu logika sulit dibuktikan Pasalnya, tidak satu pun
karya logikanya yang ditemukan lagi.
Karena
lingkup pengetahuan ilmiahnya yang luar biasa, atau mungkin juga karena alasan
lain, misalnya kesesuaian pahamnya dengan ide-ide Mu'taziIah, Al-Ma’mun Ialu
mengajaknya bergabung dengan kalangan cendekiawan yang bergiat dalam usaha
pengumpulan dan penerjemahan karya-karya Yunani. Agaknya AI-Kindi termasuk
orang yang beruntung, ketika di Baghdad ia dengan cendekiawan Persia dan Suria,
yang diduga dari merekalah ia mendapat bimbingan sehingga ia menjadi seorang di
antara sedikit orang Islam-Arab yang menguasai
bahasa Yunani dan Siryani, atau kedua-duanya sekaligus. Oleh karena itu,
pernyataan Al-Ahwaniy dapat diterima ketika ia mengatakan bahwa Al-Kindi
termasuk salah seorang dari empat besar penerjemah bersama Hunain ibnu Ishaq,
Sabit ibnu Qurra, dan Umar ibnu AI-Farkhan AI- Thabari.
AI-Ma’mun
menjadikan Mu’tazilah sebagai mazhab negara dan AI-Kindi juga menulis beberapa
risalah tentang keadilan, kemahaesaan Tuhan dan perbuatan-Nya, bahkan Iebih
jauh dari itu, ia ikut pula. membantah paham·paham yang bertentangan dengan
mazhab
negara
ini berdasarkan pemikirannya. Sungguhpun demikian, kita tidak bisa menetapkan secara
pasti bahwa Al·Kindi adalah seorang Mu'tazili. Hal ini disebabkan
persoalan-persoalan tentang keadilan dan kemahakuasaan Tuhan bukan hak mutIak
atau monopoIi Mu’taziIah saja. Selain itu, seseorang baru bisa disebut
Mu'taziIi apabila ia menerima dan meyakini lima ajaran pokoknya (al-UshuI
aI·Khamsat).
Al-Kindi
mendapat kedudukan yang tinggi dari Al-Ma‘mun Al- Mu’tasim dan anaknya, yaitu
Ahmad, bahkan menjadi gurunya. Karena ia berkecimpung dalam lapangan filsafat,
maka ia mendapat tantangan yang sengit dari seorang ahli hadis, yaitu Abu Ja’far
bin Muhammad Al-Balakhi.
Al-Kindi
mengalami kemajuan pikiran Islam dari penerjemahan buku- buku asing ke dalam
bahasa Arab, bahkan ia termasuk pelopornya. Bermacam·macam ilmu telah
dikajinya, terutama filsafat, daiam suasana yang penuh pertentangan agama dan
mazhab, dan yang dibanjiri oleh paham golongan Mu‘tazilah serta ajaran-ajaran
Syi’ah (3).
Akan
tetapi, dengan kedudukannya ini bukan berarti ia lepas dari pengalaman pahit
yang menimpa para pemikir kreatif dan inovatif terdahulu. Pada masa pemerintah
Al-Mutawakkil, Daulat Bani Abbas kembali menjadikan ahlussunah wal-]ama’ah
sebagai mazhab negara, ganti dari mazhab Mu'tazilah. Suasana ini dimanfaatkan
oleh kelompok-kelompok yang berpegang secara ketat pada doktrin ini dan tidak
menyukai filsafat untuk memojokkan Al-Kindi. Atas hasutan Muhammad dan Ahmad,
dua orang putra ibnu Syakir di antara yang mereka katakan, orang yang
mempelajari filsafat menjadi kurang hormat pada agama, Al-Mutawakkil
memerintahkan agar Al-Kindi didwra dan perpustakaannya yang bemama Al-Kindiyah
disita. Akan tetapi, tidak lama kemudian perpustakaannya dikembalikan lagi
kepada pemiliknya.
Ada
dua kisah menarik yang dihubungan dengan Al-Kindi. Pertama, kisah tentang
kekikirannya sama terkenalnya dengan kegeniusannya. Kedua, kisah kepiawaiannya
tentang musik. Menurutnya, rasa seni bukan hanya dimiliki oleh manusia, tetapi
juga hewan. Bila seruling ditiup dengan baik, maka hewan, seperti ular dan
buaya akan keluar dari tempat persembunyiannya dan ikut mengikuti irama seni
tersebut. Begitu pula para penggembala dengan suara terompetnya yang khas akan
dapat memanggil dan mengumpulkan hewan gembalanya, seperti sapi, kambing,
domba, dan lainnya. Dengan seni musik ini ia telah berhasil mengobati anak tetangga
pedagang kaya yang ditimpa penyakit
saraf dan tiba-tiba lumpuh, padahal tidak seorang dokter pun di Baghdad
yang mampu menyembuhkannya. Ia pernah pula menulis dan membentangkan undang-undang “Musical sound" dan seni musik yang
berpengaruh sampai ke Eropa(4).
C. Karya – Karya Al-Kindi
Sebagai
seorang filosof islam yang produktif, diperkirakan karya yang pernah ditulis
Al-Kindi dalam berbagai bidang tidak kurang dari 270 buah. Dalam bidang
filsafat, Filsafatnya yang pertama untuk Khalifah Al-Mu’tasim. Pada permulaan
buku itu al-kindi memberikan definisi Filsafat sebagai berikut:
“Filsafat
teorinya tentang pengetahuan adalah untuk mendapatkan kebenaran.
Kebenaran
pertamanya menurut al-kindi dalam filsafatnya ialah “Al-Haq” atau dalam bahsa latin Verum , Verum itu ialah Tuhan, Meskipun
tidak diucapkannya yang dimaksud Tuhan oleh Al-Kindi adalah: Yang Esa, Pencipta
Semua yang ada, dan penolong bagi segala yang diciptakannya(2).
Selain Al-Mu’tashim karya Al-kindi diantaranya adalah:
1..
kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyah wa al Muqtashah wa
ma fawqa al-Thabi’iyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan
masalah-masalah logika dan muskil, serta metafisika),
2.
kitab fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ‘ilm al-Riyadhiyyah (tentang
filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matematika),
3.
kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang maksud-maksud Aristoteles
dalam kategori-kategorinya),
4.
kitab fi Ma’iyyah al-‘ilm wa Aqsamihi (tentang sifat ilmu pengetahuan dan
klasifikasinya),
5.
Risalah fi Hudud al-Asyya’ wa Rusumiha (tentang definisi benda-benda dan
uraiannya),
6.
Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam (tentang substansi-substansi tanpa badan),
7.
kitab fi Ibarah al-Jawami’ al Fikriyah (tentang ungkapan-ungkapan mengenai
ide-ide komprehensif),
8.
Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah tilisan filosofis tentang
rahasia-rahasia spiritual),
9.
dan Risalah fi al-Ibanah an al-‘illat al-Fa’ilat al-Qaribah li al-kawn wa
al-Fasad (tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan
kerusakan)
Di
samping menerbitkan buku tentang pemikirannya sendiri, al-Kindi juga menerjemahkan
literatu-literatur Yunani, seperti Metaphysica,
Poetica and Hermeneutica karya Aristoteles, Geography karya Ptolemy, clan Isagoge
buah tangan Prophyry. Al-Kindi juga memberi komentar buku-buku Aristoteles,
seperti Analytica Posteriora, Saphistica
Elenchi, dan the Categories.
Oleh
Ibnu Nadim maupun Qifthi, Karya –karya Al-Kindi di kelompokkan dal 17 kelompok
yaitu:
- Filsafat
- Logika
- Ilmu Hitung
- Globular
- Musik
- Astronomi
- Geometri
- Sperikal Medis
- Astrologi
- Medis
- Dialektika
- Psikologi
- Politik
- Meteorologi
- Dimensi
- Benda-benda Pertama
- Spesies Tertentu Logam dan Kimia
Gambaran
ini menunjukkan betapa luas pengetahuan al-Kindi. Beberapa karya ilmiahnya
telah diterjemahkan oleh Gerard dari Cremona ke dalam bahasa latin, dan
karya-karya itu sangat mempengaruhi pemikiran Eropapada abad pertengahan.
Cardano menganaggap al-Kindi sebagai salah satu dari dua belas pemikir terbesar.
Para
sarjana, khususnya orientalis, mempelajari karya- karya al-Kindi berdasarkan
terjemaham Latinnya. Baru-baru ini peta pemikiran al-Kindi mulai menemui titik
terang berkat penemuan 25 karyanya yang sempat hilang. Salah satunya berjudul
Rasail al-Kindi al-Falsafiyah dan telah diedit serta diterbitkan di Kairo dalam
dua jilid (jilid pertama tahun 1950, dan jilid berikutnya tahun 1953).(5) Beberapa
risalah pendeknya yang lain ditemukan di Aleppo, meski hingga kini belum
disunting. Dengan demikian, hingga batas tertentu, memungkinkan analisis
terhadap filsafat al-Kindi,dengan berpijak pada landasan-landasan yang
lebih-kurang kukuh.
D. Pemikiran Al-Kindi
Ketuhanan
Bagi
al-Kindi , filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mulia. Filsafatnya tentang
keesaan Tuhan selain didasarkan pada wahyu juga proposisi filosofis. Menurut
dia, Tuhan tak mempunyai hakikat, baik hakikat secara juz’iyah (sebagian)
maupun hakikat kulliyyah (keseluruhan). Dalam pandangan filsafat al-Kindi,
Tuhan tidak merupakan genus atau species. Tuhan adalah Pencipta. Tuhan adalah
yang Benar Pertama (al-Haqq al-Awwal), sebab awal dan Yang Benar Tunggal.
al-Kindi juga menolak pendapat yang menganggap sifat-sifat Tuhan itu berdiri
sendiri. Tuhan haruslah merupakan keesaan mutlak. Bukan keesaan metaforis yang
hanya berlaku pada obyek-obyek yang dapat ditangkap indera.
Tuhan
adalah wujud yang hak (benar) yang bukan asalnya tidak ada kemudian menjadi
ada. Ia selalu mustahil tidak ada. Ia selalu ada dan akan selalu ada. Oleh
karena Tuhan adalah wujud yang sempurna yang tidak didahului oleh wujud yang
lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak akan ada wujud kecuali dengan-Nya.
Filsafatnya
tentang keesaan Tuhan selain didasarkan kepada wahyu juga pada proporsi
filosofis. Menurut al-Kindi Tuhan tidak merupakan genus atau spesies, Tuhan
adalah pencipta, Tuhan adalah yang benar pertama dan yang benar tunggal.
Mengenai
sifat-sifat esensial Sang Maha Esa, al-Kindi menggarisbawahi mutlaknya keesaan
Allah sebagai penyebab bagi semua yang ada (mawjud). Meskipun tampak beragam,
semua mawjud pada dasarnya bermula dari kesatuan Sang Maha Esa. Katanya, “Tanpa
kesatuan semacam itu, tidak akan ada satu apapun. Akibat kesatuan inilah segala
sesuatu menjadi ada. Dan sekiranya Dia berhenti memelihara dan mengatur alam
semesta, segala yang ada bakal hancur berantakan.” Namun al-Kindi meyakini
creatio ex nihilo. Alam tidak abadi (qadim) tapi huduts yang artinya tercipta
dalam waktu dan karena itu, berarti bermula. Sebelum dia ada, dia pernah tiada.
Untuk
membuktikan wujud Tuhan ia menggunakan tiga jalan, yaitu: 1. Baharunya alam. 2.
Keanekaragaman dalam wujud. 3. Kerapian alam.
Untuk
yang pertama, al-Kindi menanyakan apakah mungkin sesuatu menjadi sebab bagi
wujudnya sendiri, ataukah tidak mungkin. Dijawabnya, bahwa itu tidaklah
mungkin. Jelasnya ialah bahwa alam ini adalah baru, dan ada permulaan waktunya,
karena alam ini terbatas.
Dari segi gerak, karena
gerak pada wataknya mengikuti wujud jisim, karena tidak mungkin adanya gerak
jika tidak ada jisim yang bergerak. Dengan demikian, gerak juga baharu karena
ada titik awalnya. Sedangkan dari segi zaman karena zaman adalah ukuran gerak
dan juga baharu seperti gerak. Jadi, jisim, gerak dan zaman tidak dapat saling
mendahului dalam wujud, dan semuanya tidak ada secara bersama-sama, ini berarti
alam ini baharu karena itu ada penciptanya Katanya:
Tidak
ada suatu jisim yang abadi . jadi jisim, dengan sendirinya diciptakan, dan yang
diciptakan itu adalah ciptaan pencipta. Sebab pencipta dan yang dicipta
termasuk perangkaian. Maka semua itu dengan sendirinya ada penciptanya dari
tiada.
Untuk
jalan kedua, al-Kindi mengatakan keanekaragaman dalam alam ini bukanlah karena
kebetulan, melainkan karena sesuatu sebab. Akan tetapi “sebab “itu bukanlah
alam itu sendiri, sebab apabila alam itu menjadi sebab bagi dirinya sendiri
maka alam tidak akan ada habis-habisnya. Sedang sesuatu yang tidak berakhir
tidak mungkin terjadi. Untuk jalan ketiga, yaitu jalan kerapian alam dan
pemeliharaan Tuhan terhadapnya, maka al-Kindi mengatakan bahwa alam tidak mungkin
rapi dan teratur kecuali karena adanya Zat yang tak tampak. Zat yang tidak
tampak tersebut hanya dapat diketahui dengan melalui bekas-bekas-Nya dan
kerapian yang terdapat pada alam ini. Jalan ini disebut dengan illat ghayah
(illat tujuan).
Mengenai
sifat Tuhan menurut al-Kindi, Tuhan tidak memiliki sifat-sifat dan
atribut-atribut lain yang terpisah dengan-Nya, tetapi sifat-sifat dan
atribut-atribut tersebut haruslah tak terpisahkan dengan Zat-Nya.
Kesimpulannya
adalah bahwa Tuhan adalah sebab pertama, dimana wujud-Nya bukan karena sebab
yang lain. Ia adalah zat yang menciptakan bukan diciptakan; menciptakan sesuatu
dari tiada. Ia adalah zat yang menyempurnakan tetapi bukan disempurnakan.
Filsafat Jiwa
Jiwa
menurut al-Kindi, merupakan suatu entitas Ilahi yang tidak tersusun dan kekal,
dan memancar dari Allah. Ia bukan materi atau terbuat dari materi, dan walupun
bersatu untuk sementara waktu dengan tubuh, jiwa terpisah dan tidak tergantung
kepadanya. Tubuh merupakan rintangan bagi jiwa, dan oleh sebab itu, apabila
sudah terpisah dari tubuh , jiwa dapat memperoleh pengetahuan dari segala hal
dan mengetahui hal-hal yang gaib. Setelah fisik hancur, jiwa kembali kedunia
akal, dunia Allah dan bersatu dengannya.
Dalam
risalahnya, On Sleep and Dreams (Tentang Tidur dan Mimpi), al-Kindi menulis
bahwa apabila jiwa tidak tercemar oleh kotoran-kotoran kehidupan, ia akan dapat
melihat mimpi-mimpi yang indah dan berhubungan dengan jiwa orang-orang yang
sudah meninggal. Dalam mimpi orang kehilangan kontak dengan panca indranya dan
hanya menggunakan akal.
Untuk
mengetahui pengetahuan al-Kindi, mari kita lihat pandangannya terhadap jiwa
atau ruh. Menurut al-Kindi , substansi ruh adalah sederhana (tidah tersusun dan
kekal. Ia memiliki arti penting dalam kehidupan manusia. Ia sempurna dan mulia
karena substansinya berasal dari substansi Tuhan. Hubungannya dengan tuhan sama
dengan hubungan cahaya dan matahari.
Menurut
al-Kindi bahwa ruh mempunyai esensi dan eksistensi yang terpisah dengan tubuh
dan tidak tergantung satu sama lainnya. Jiwa menurut al-Kindi adalah prinsip
kehidupan yang mempengaruhi tubuh organik untuk beberapa saat lamanya untuk
kemudian melepaskannya. Jiwa merupakan entitas tunggal yang substansinya sama
dengan substansi pencipta sendiri karena ia sesungguhnya adalah limpahan dari
substansi Tuhan. Sebagaimana sinar matahari dengan matahari. Sekalipun begabung
dengan tubuh sesungguhnya ia terpisah dan independen dari tubuh. Tubuh adalah
rintangan bagi jiwa sehingga ketika jiwa meninggalkan tempat sementaranya, ia
akan menyatu dengan dunia intelek dan menyatu dengannya.
Adapun hakikat jiwa,
al-Kindi menegaskan bahwa jiwa itu jauhar tunggal (jauhar basi) berciri Ilahi
lagi rohani, tidak panjang tidak lebar. Akan tetapi, apakah dengan demikian
jiwa itu berasal dari alam Ilahi atau alam idea seperti yang dikatakan oleh
Plato, tampaknya al-Kindi tidak menjelaskannya. Ia hanya mengatakan :
Dan
bahwa kita datang di alam ini bagaikan titian atau jembatan yang dilalui oleh
penyeberang, tidak mempunyai tempat yang lama. Tempat tetap yang kita harapkan
adalah alam tinggi yang luhur kemana jiwa kita dapat berpindah setelah mati.
Manusia
harus bisa melepaskan diri dari sifat kebinatangan yang ada dalam tubuhnya
dengan cara berkontemplasi tentang wujud dan bersifat zuhud. Hanya jiwa yang
suci yang dapat menangkap hakikat-hakikat, ibarat cermin yang bersih dapat
menangkap gambar yang ada di depannya dengan jelas. Hanya jiwa yang bersih yang
dapat menuju ke alam kebenaran. Roh yang masih kotor terlebih dahulu
dibersihkan dulu di bulan , selanjutnya ke mercurius , dan seterusnya hingga
sampai ke alam akal yang berada di lingkungan cahaya Tuhan. Jiwa yang sudah
memasuki wilayah tersebut dapat melihat Tuhan.
al-Kindi
membagi jiwa menjadi tiga: daya bernafsu, daya pemarah dan daya berfikir.
Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa itu dengan
mengibaratkan daya berfikir sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya
(pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut. Jika
akal budi dapat berkembang dengan baik, maka dua daya jiwa lainnya dapat
dikendalikan dengan baik pula. Orang yang hidupnya dikendalikan oleh
dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah diibaratkan al-Kindi seperti anjing
dan babi. Sementara bagi mereka yang menjadikan akal budi sebagai tuannya,
mereka diibaratkan sebagai raja.
Sekalipun
ketiga daya tersebut merupakan daya-daya yang dimiliki jiwa, namun al-Kindi
seringkali hanya merujuk daya berfikir sebagai daya yang berkaitan dengan
kemampuan jiwa, sedangkan daya pemarah dan nafsu dikaitkan dengan tubuh. hal
itu karena dalam pandangan al-Kindi daya pemarah dan nafsu ada semata-mata
untuk pertumbuhan dan pelestariah jiwa hewani yang berkaitan dengan badan.
E. Manfaat Bagi Saya
Dengan
mempelajari materi di atas saya bisa mengetahui banyak hal mengenai tokoh
Al-kindi serta karya-karnya sekaligus seluk-beluk kehidupan beliau. Manfaat
lain saya juga bisa mengambil sedikit banyak ilmu dari konsep-konsep yang
beliau buat, selain itu juga wawasan saya makin bertambah mengenai filsafat yang
di tuturkan beliau .
Di samping itu untuk mengasah daya
kritis dan analitis. Sehingga mampu keluar dari fanatik buta. Misalnya ada yang
ngomong politik itu kotor. Dengan belajar filsafat, kita tidak akan terima
begitu saja. Kita akan teliti secara jernih dan mendalam. Tentu saja ditopang
disiplin ilmu terkait seutuhnya.
Bagi
saya yang merupakan seorang Muslim, belajar filsafat itu punya dua fungsi: Pertama,
membenarkan yang benar (ihqaq al-haqq). Kedua, membatalkan yang batil (ibthal
al-bathil). Dan kebenaran yang dimaksud itu terkandung dalam Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah Saw.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Al-Kindi,
nama lengkapnya adalah Abu Yusuf a’cub ibnu Ishaq ibnu Al-Shabbah ibnu ‘Imran
ibnu Muhammad ibnu Al-Asy’as ibnu Qais Al-Kindi, dilahirkan di Kufah sekitar
tahun 185 H (801 M), Tentang kapan Al-Kindi meninggal tidak ada suatu
keterangan pun yang pasti. Agaknya menentukan tahun wafatnya sama sulitnya
dengan menentukan tahun kelahirannya dan siapa-siapa saja guru yang
mendidiknya. Mustafa Abd Al-Raziq cenderung mengatakan tahun wafatnya adalah
252 H, sedangkan Massignon menunjuk tahun 260 H, suatu pendapat yang juga
diyakini oleh Hendry Corbin dan Nellino. Sementara itu, Yaqut Al-Himawi
mengatakan bahwa Al-Kindi wafat sesudah berusia 80 tahun atau lebih sedikit
Al-Kindi
mendapat kedudukan yang tinggi dari Al-Ma‘mun Al- Mu’tasim dan anaknya, yaitu
Ahmad, bahkan menjadi gurunya. Karena ia berkecimpung dalam lapangan filsafat,
maka ia mendapat tantangan yang sengit dari seorang ahli hadis, yaitu Abu Ja’far
bin Muhammad Al-Balakhi
karya
Al-kindi diantaranya adalah:
1..
kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyah wa al Muqtashah wa
ma fawqa al-Thabi’iyyah (tentang filsafat yang diperkenalkan dan
masalah-masalah logika dan muskil, serta metafisika),
2.
kitab fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ‘ilm al-Riyadhiyyah (tentang
filsafat tidak dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matematika),
3.
kitab fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat (tentang maksud-maksud Aristoteles
dalam kategori-kategorinya),
4.
kitab fi Ma’iyyah al-‘ilm wa Aqsamihi (tentang sifat ilmu pengetahuan dan
klasifikasinya),
5.
Risalah fi Hudud al-Asyya’ wa Rusumiha (tentang definisi benda-benda dan
uraiannya),
6.
Risalah fi Annahu Jawahir la Ajsam (tentang substansi-substansi tanpa badan),
7.
kitab fi Ibarah al-Jawami’ al Fikriyah (tentang ungkapan-ungkapan mengenai
ide-ide komprehensif),
8.
Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah (sebuah tilisan filosofis tentang
rahasia-rahasia spiritual),
9.
dan Risalah fi al-Ibanah an al-‘illat al-Fa’ilat al-Qaribah li al-kawn wa
al-Fasad (tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan
kerusakan)
3.2
Saran
Dari penulisan makalah di atas,
mungkin masi banyak kerancauan dan kesalahanya, baik kesalahan dalam penulisan,
kebakuan kata dan lain sebagainay. Maka kami selaku penulis memohon saran dari
para pembaca semuanya karena saran dan masukan adalah merupakan tongkat utama
dalam belajar dan dengan masukan dan saran maka kami bisa belajar lebih baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA
-
Alwasilah,Chaidar,2008,Filsafat Bahasa dan Pendidikan,Bandung:PT.REMAJA
ROSDAKARYA.
-
Drajat, Amroeni,2006,Filsafat Islam:Buat yang Pengen Tahu,Medan:PT.Gelora
Aksara Pratama.
-
Porwantana,DKK,1988,Seluk – Beluk Filsafat Islam,Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
-
Surgamakalah,2011, http://www.surgamakalah.com/2011/09/ketuhanan-dan-filsafat-jiwa-al-kindi.html,23
April 2012
-
Tamburaka,Rustam,1999, Pengantar Ilmu Sejarah,Teori Filsafat
Sejarah, Sejarah Filsafat, dan Iptek, Jakarta : PT.RINEKA CIPTA.
-
Zar,Sirajuddin, 2010, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, Jakarta
: PTRAJAGRAFINDO PERSADA.
1Sirajuddin Zar, 2010, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, Jakarta
: PT.Rajagrafindo Persada.Hal.37
2Kata filosofi
berasal dari perkataan Yunani: philos (suka, cinta) dan sophia (kebijaksanaan).
Jadi, kata itu berarti cinta terhadap kebijaksanaan (wisdom). Sikap bijaksana
dalam pangambilan keputusan dalam upaya melakoni kehidupan, dari dahulu hingga sekarang
tetap diperlukan (Alwasilah,Chaidar,2008,Filsafat
Bahasa dan Pendidikan,Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.Hal.7
3Porwantana,DKK,1988,Seluk – Beluk Filsafat Islam,Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
Hal.128
4Sirajuddin Zar, 2010, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya, Jakarta
: PT.Rajagrafindo Persada. Hal.39
5Rustam Tamburaka, ,1999, Pengantar Ilmu Sejarah,Teori Filsafat
Sejarah, Sejarah Filsafat, dan Iptek, Jakarta : PT. Rineka Cipta.Hal.196
6Amroeni
Drajat,2006,Filsafat Islam:Buat yang
Pengen Tahu,Medan:PT.Gelora Aksara Pratama. Hal.11
7. Surgamakalah,2011,
http://www.surgamakalah.com/2011/09/ketuhanan-dan-filsafat-jiwa-al-kindi.html,23
April 2012